Makalah Sejarah Indonesia-Tokoh Penggerak Kaum Muda
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Soetomo
Dr.
Soetomo adalah pendiri Boedi Oetomo, organisasi pergerakan yang pertama di
Indonesia tepatnya pada tanggal 20 Mei 1908. Ia lahir di Ngepeh, Loceret,
Nganjuk, Jawa Timur. Pada 1919, Soetomo memperoleh beasiswa untuk melanjutkan
pendidikannya di negeri Belanda. Ia aktif di Perhimpunan Indonesia. Ketika
pulang ke Indonesia pada 1923, ia diangkat menjadi dokter di RSU Surabaya.
Kesibukannya sebagai dokter tidak menghalanginya untuk tetap membina pemuda
dalam organisasi. Ia mendirikan sebuah studie club yang menjadi wadah dalam
mempersatukan para pelajar untuk mengembangkan wawasan tentang sebuah gerakan
kebangsaan yang lebih luas.
Menurut
pemikirannya, perjuangan politik tidak dapat dijalankan selama rakyat yang
hidup di desa-desa masih dilanda kesengsaran, kemiskinan, dan kebodohan.
Perjuangan pergerakan politik hanya dapat berjalan jika rakyat dapat
memberdayakan dirinya secara ekonomi.
B.
Haji Samanhudi
Haji
Samanhudi adalah salah satu tokoh pergerakan Islam modern, khususnya dibidang
perdagangan. Seluruh potensi yang Ia miliki digunakan untuk memperjuangkan
kondisi ekonomi rakyat yang terjajah. Dapat dikatakan Haji Samanhudi adalah
seorang pemikir ekonomi kerakyatan pertama di Indonesi, lahir di Solo pada
tahun 1878, di desa Sodokan, Lawean, dengan nama kecil Supardi Wiryo Wikoro.
Pendidikan
Formal pertamanya ditempuh ketika Samanhudi menjadi siswa di Sekolah Dasar Bumi
Putra (eerste in land school) dengan lama pendidikan 6 tahun. Samanhudi tidak melanjutkan ke pendidikan
formal yang lebih tinggi dan memilih berdagang batik seperti ayahnya.
Berkat
ketekunannya, pada 1888 Ia berhasil mendirikan usaha sendiri. Pada 1911,
berdirilah organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) di kota Solo. Samanhudi
menjadikan SDI sebagai organisasi yang bergerak di bidang ekonomi yang taat
azas dan mengikuti semua peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan
pemerintah kolonial. Hal ini membuat keberadaan organisasi ini diakui secara
legal.
C.
K.H Ahmad Dahlan
Ketika
kecil diberi nama Muhammad Darwis oleh Ayahnya. Ia lahir di Yogayakarta pada 1
Agustus 1868. Ia tinggal di Kauman tetapi tidak pernah mengecap pendidikan
formal yang diselenggarakan pemerintah kolonial. Ia belajar membaca dan
menulis, serta agama dari ayahnya.
Dahlan
Akhrinya berkesempatan untuk dapat mendalami agama Islam di Mekkah selama lima
tahun, di Mekkah Ia banyak belajar dan membaca banyak buku terutama yang
berkaitan dengan pembaruan Islam.
Ia
berpendapat bahwa reformasi Islam harus diterapkan di Nusantara karena banyak
hal yang tidak sesuai dengan perintah al-quran dan hadits, seperti munculnya
budaya tahayul, bid’ah, dan khurafat. Realitas inilah yang kemudian mendorong
Ahmad Dahlan untuk melakukan perubahan. Pada 18 November 1912, Ia mendirikan
organisasi Islam bernama Muhammadiyah.
D.
Tan Malaka
Tan Malaka lahir
pada 2 juni 1897 di Desa Suliki, Pandam Gadang, Sumatera Barat, dari keluarga
terpandang dengan nama asli Ibrahim. Pendidikan dasarnya dimulai ketika ia
memasuki Sekolah Latihan Guru (Kweekschool) di Bukittinggi. Tan Malaka
merupakan siswa yang cerdas di sekolahnya. Kecerdasan yang dimilikinya menarik
perhatian salah seorang gurunya yang bernama G.H. Horensma yang berkebangsaan
Belanda. Ia kemudian mencarikan beasiswa agar Tan Malaka dpat bersekolah di
sekolah guru di Haarlem, Belanda. Disana, Tan Malaka mulai berkenalan dengan
sosialisme atau marxisme.
Marxisme merupakan
ideology yang berasal dari ajaran Karl Marx. Dalam ajarannya, Karl Marx
menggariskan bahwa penindasan yang terjadi dalam sebuah masyarakat berakar dari
ulah para kapitalis atau para pemilik modal. Dalam mencari keuntungan, para
kapitalis ini tidak ragu-ragu untuk melakukan eksploitasi dari hasil kerja para
buruh. Pada tahun 1919, setelah kembali dari pendidikannya di Belanda, Tan
Malaka berkempatan menjadi guru pada Maskapai Sanembah di Tanjung Morawa, Deli,
Sumatera Timur, untuk mengajar anak-anak para buruh dan kuli yang bekerja di
maskapai tersebut. Selama menjadi guru, Tan Malaka selalu melakukan pengamatan
terhadap nasib para buruh yang ternyata berada dalam kondisi yang sangat
menyedihkan, dari pengamatannya inilah, ideologi marxisme semakin lekat di hati
dan mendominasi pikiran, kepribadian, serta tindakan Tan Malaka.
E.
K.H Wahid Hasyim
Ia
lahir sebagai anak laki-laki tertua dari sepuluh bersaudara. Awalnya beliau
bernama Muhammad Asy’ari, Wahid Hasyim tidak pernah menempuh pendidikan di
sekolah formal yang didirakan oleh pemerintah kolonial. Segala pengetahuan dipelajarinya
secara mandiri (otodidak). Cara berpikirnya yaitu moderat dan toleran pada
zamannya. Untuk keperluan pendidikan Ia kemudian mendirikan sekolah madrasah
Nidzamiyah yang menerapkan kurikulum berupa 70% mata pelajaran umum dan 30%
mata pelajaran agama.
Wahid
Hasyim meninggal dunia pada 19 April 1953 diusianya yang belum genap 39 tahun
akibat kecelakaan di daerah Cimindi, Bandung, ketika hendak menghadiri rapat NU
di Sumedang.
F. Maria Walanda Maramis
Maria Walanda
Maramis berasal dari Manado yang lahir pada 1872 dan berasal dari keluarga yang
cukup mapan. Pada 1878, kedua orang tuanya wafat karena wabah penyakir kolera.
Setelah kedua orang tuanya meninggal, ia beserta saudara-saudaranya diasuh oleh
paman dari pihak ibu yang juga merupakan keluarga terpandang di Maumbi. Ia dan
kakak perempuannya, Ance, kemudian disekolahkan di Sekolah Melayu, Maumbi,
dengan pelajaran utamanya membaca, menulis, berhitung, dan menyanyi.
Pada 1890, Maria
menikah dengan Joseph Frederick Calesung dan dikaruniai tiga orang anak. Pada
1917, Maria mendirikan organisasi yang diberi nama Percintaan Ibu Kepada Anak
Keturunannya (PIKAT). Maria sangat mengagumi Kartini yang telah memberinya
inspirasi untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan agar memperoleh pendidikan.
Meskipun secara formal tidak lagi mendapat kesempatan untuk memperoleh
pendidikan, Maria banyak belajar dari seorang pendeta bernama Jan Ten Hoeven.
Pendeta inilah yang banyak mengajarkan pengetahuan kemasyarakatan, adat
istiadat, dan tata cara Barat di samping hal-hal yang berhubungan dengan
keagamaan. Maria banyak memperoleh pengetahuan mengenai berbagai suku bangsa di
dunia dengan berbagai kehidupan, kebiasaan, dan adat istiadat yang dimilikinya.
Dalam organisasi
PIKAT, Maria merumuskan tiga tujuan utama, yaitu:
1.
Menyediakan
wadah bagi perempuan Minahasa agar saling mengenal dan bergaul.
2.
Membina
dan mendidik kaum muda perempuan Minahasa sebagai calon ibu yang akan
melahirkan generasi penerus bangsa.
3.
Membiasakan
perempuan Minahasa untuk mengemukan dan merumuskan pendapat, pandangan, secara
bebas.
G. Yap Tjwan Bing
Yap adalah tokoh
nonpribumi, secar pribadi ia dikenal sebagai tokoh yang sangat nasionalis.
Lahir di Surakarta pada 31 Oktober 1910 dari keluarga pedagang, ia memperoleh
pendidikan pertama di sekolah dasar Hollands Chinesche School di Solo. Kemudian
melanjutkan sekolah tingkat yang lebih tinggi ke Yogyakarta. Di sini Yap banyak
bergaul dengan tokoh-tokoh dari Pekumpulan Indonesia Muda yang merupakan penyatuan
dari beberapa pemuda, seperti Jong Java, Pemuda Indonesia, Pemuda Sumatera,
Jong Celebes, dan Sekar Rukun. Perkumpulan ini memiliki persamaan asas
kebangsaan dan tujuan yang ingin dicapai, yaitu Indonesia Raya. Yap kemudian
melanjutkan kuliah ke Belanda disana Ia berteman dan berdiskusi dengan
anggota-anggota dari perhimpunan Indonesia.
Yap banyak
memberikan sumbangan pemikiran tentang sistem persamaan (nivelenging) disektor
perdagangan antara golongan pribumi dan nonpribumi agar tidak ada diskriminasi
demi kepentingan bangsa dan negara. Tujuannya adalah mendorong para pedagang
pribumi agar lebih maju dalam perdagangan dan memperlambat laju pertumbuhan
perdagangan dari orang-orang nonpribumi, sehingga nantinya diperoleh titik temu
yang seimbang yang tentunya dapat menguntungkan semua pihak. Atas inisiatifnya,
pemerintah kemudian mengadakan pertemuan dalam bentuk konferensi dengan para
pedagang Tionghoa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan dari makalah ini bahwa sebagai kaum muda
generasi penerus bangsa hendaknya memiliki pemikiran-pemikiran yang dapat
kembali mempersatukan pemuda-pemuda Nusantara agar tidak terpecah-belah dan
tidak terjerumus dalam hal-hal yang negatif seperti narkoba. Karena bersama
pemuda Indonesia bisa maju seperti kata pepatah “maju mundurnya suatu bangsa
ada di tangan kaum pemuda bangsa”.
Bangkitlah pemuda !
B.
Saran
Kita sebagai kaum muda harus memiliki sikap kreatif, inovatif, dan
imajinatif seperti tokoh-tokoh penggerak kaum muda terdahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Hapsari Ratna, M. Adil, 2012, Sejarah
Indonesia untuk SMA/MA Kelas XII Kelompok Wajib, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
No comments: