Makalah Sejarah Indonesia-Tokoh Penggerak Kaum Muda - Indilligent

Makalah Sejarah Indonesia-Tokoh Penggerak Kaum Muda

October 20, 2017




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Soetomo

Dr. Soetomo adalah pendiri Boedi Oetomo, organisasi pergerakan yang pertama di Indonesia tepatnya pada tanggal 20 Mei 1908. Ia lahir di Ngepeh, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur. Pada 1919, Soetomo memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di negeri Belanda. Ia aktif di Perhimpunan Indonesia. Ketika pulang ke Indonesia pada 1923, ia diangkat menjadi dokter di RSU Surabaya. Kesibukannya sebagai dokter tidak menghalanginya untuk tetap membina pemuda dalam organisasi. Ia mendirikan sebuah studie club yang menjadi wadah dalam mempersatukan para pelajar untuk mengembangkan wawasan tentang sebuah gerakan kebangsaan yang lebih luas.
Menurut pemikirannya, perjuangan politik tidak dapat dijalankan selama rakyat yang hidup di desa-desa masih dilanda kesengsaran, kemiskinan, dan kebodohan. Perjuangan pergerakan politik hanya dapat berjalan jika rakyat dapat memberdayakan dirinya secara ekonomi.

B.     Haji Samanhudi

Haji Samanhudi adalah salah satu tokoh pergerakan Islam modern, khususnya dibidang perdagangan. Seluruh potensi yang Ia miliki digunakan untuk memperjuangkan kondisi ekonomi rakyat yang terjajah. Dapat dikatakan Haji Samanhudi adalah seorang pemikir ekonomi kerakyatan pertama di Indonesi, lahir di Solo pada tahun 1878, di desa Sodokan, Lawean, dengan nama kecil Supardi Wiryo Wikoro.
Pendidikan Formal pertamanya ditempuh ketika Samanhudi menjadi siswa di Sekolah Dasar Bumi Putra (eerste in land school) dengan lama pendidikan 6 tahun.  Samanhudi tidak melanjutkan ke pendidikan formal yang lebih tinggi dan memilih berdagang batik seperti ayahnya.
Berkat ketekunannya, pada 1888 Ia berhasil mendirikan usaha sendiri. Pada 1911, berdirilah organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) di kota Solo. Samanhudi menjadikan SDI sebagai organisasi yang bergerak di bidang ekonomi yang taat azas dan mengikuti semua peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah kolonial. Hal ini membuat keberadaan organisasi ini diakui secara legal.

C.    K.H Ahmad Dahlan

Ketika kecil diberi nama Muhammad Darwis oleh Ayahnya. Ia lahir di Yogayakarta pada 1 Agustus 1868. Ia tinggal di Kauman tetapi tidak pernah mengecap pendidikan formal yang diselenggarakan pemerintah kolonial. Ia belajar membaca dan menulis, serta agama dari ayahnya.
Dahlan Akhrinya berkesempatan untuk dapat mendalami agama Islam di Mekkah selama lima tahun, di Mekkah Ia banyak belajar dan membaca banyak buku terutama yang berkaitan dengan pembaruan Islam.
Ia berpendapat bahwa reformasi Islam harus diterapkan di Nusantara karena banyak hal yang tidak sesuai dengan perintah al-quran dan hadits, seperti munculnya budaya tahayul, bid’ah, dan khurafat. Realitas inilah yang kemudian mendorong Ahmad Dahlan untuk melakukan perubahan. Pada 18 November 1912, Ia mendirikan organisasi Islam bernama Muhammadiyah.

D.    Tan Malaka
            Tan Malaka lahir pada 2 juni 1897 di Desa Suliki, Pandam Gadang, Sumatera Barat, dari keluarga terpandang dengan nama asli Ibrahim. Pendidikan dasarnya dimulai ketika ia memasuki Sekolah Latihan Guru (Kweekschool) di Bukittinggi. Tan Malaka merupakan siswa yang cerdas di sekolahnya. Kecerdasan yang dimilikinya menarik perhatian salah seorang gurunya yang bernama G.H. Horensma yang berkebangsaan Belanda. Ia kemudian mencarikan beasiswa agar Tan Malaka dpat bersekolah di sekolah guru di Haarlem, Belanda. Disana, Tan Malaka mulai berkenalan dengan sosialisme atau marxisme.
            Marxisme merupakan ideology yang berasal dari ajaran Karl Marx. Dalam ajarannya, Karl Marx menggariskan bahwa penindasan yang terjadi dalam sebuah masyarakat berakar dari ulah para kapitalis atau para pemilik modal. Dalam mencari keuntungan, para kapitalis ini tidak ragu-ragu untuk melakukan eksploitasi dari hasil kerja para buruh. Pada tahun 1919, setelah kembali dari pendidikannya di Belanda, Tan Malaka berkempatan menjadi guru pada Maskapai Sanembah di Tanjung Morawa, Deli, Sumatera Timur, untuk mengajar anak-anak para buruh dan kuli yang bekerja di maskapai tersebut. Selama menjadi guru, Tan Malaka selalu melakukan pengamatan terhadap nasib para buruh yang ternyata berada dalam kondisi yang sangat menyedihkan, dari pengamatannya inilah, ideologi marxisme semakin lekat di hati dan mendominasi pikiran, kepribadian, serta tindakan Tan Malaka.       
E.     K.H Wahid Hasyim

Ia lahir sebagai anak laki-laki tertua dari sepuluh bersaudara. Awalnya beliau bernama Muhammad Asy’ari, Wahid Hasyim tidak pernah menempuh pendidikan di sekolah formal yang didirakan oleh pemerintah kolonial. Segala pengetahuan dipelajarinya secara mandiri (otodidak). Cara berpikirnya yaitu moderat dan toleran pada zamannya. Untuk keperluan pendidikan Ia kemudian mendirikan sekolah madrasah Nidzamiyah yang menerapkan kurikulum berupa 70% mata pelajaran umum dan 30% mata pelajaran agama.
Wahid Hasyim meninggal dunia pada 19 April 1953 diusianya yang belum genap 39 tahun akibat kecelakaan di daerah Cimindi, Bandung, ketika hendak menghadiri rapat NU di Sumedang.

F. Maria Walanda Maramis
            Maria Walanda Maramis berasal dari Manado yang lahir pada 1872 dan berasal dari keluarga yang cukup mapan. Pada 1878, kedua orang tuanya wafat karena wabah penyakir kolera. Setelah kedua orang tuanya meninggal, ia beserta saudara-saudaranya diasuh oleh paman dari pihak ibu yang juga merupakan keluarga terpandang di Maumbi. Ia dan kakak perempuannya, Ance, kemudian disekolahkan di Sekolah Melayu, Maumbi, dengan pelajaran utamanya membaca, menulis, berhitung, dan menyanyi.
            Pada 1890, Maria menikah dengan Joseph Frederick Calesung dan dikaruniai tiga orang anak. Pada 1917, Maria mendirikan organisasi yang diberi nama Percintaan Ibu Kepada Anak Keturunannya (PIKAT). Maria sangat mengagumi Kartini yang telah memberinya inspirasi untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan agar memperoleh pendidikan. Meskipun secara formal tidak lagi mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan, Maria banyak belajar dari seorang pendeta bernama Jan Ten Hoeven. Pendeta inilah yang banyak mengajarkan pengetahuan kemasyarakatan, adat istiadat, dan tata cara Barat di samping hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan. Maria banyak memperoleh pengetahuan mengenai berbagai suku bangsa di dunia dengan berbagai kehidupan, kebiasaan, dan adat istiadat yang dimilikinya.
            Dalam organisasi PIKAT, Maria merumuskan tiga tujuan utama, yaitu:
1.      Menyediakan wadah bagi perempuan Minahasa agar saling mengenal dan bergaul.
2.      Membina dan mendidik kaum muda perempuan Minahasa sebagai calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus bangsa.
3.      Membiasakan perempuan Minahasa untuk mengemukan dan merumuskan pendapat, pandangan, secara bebas.


G. Yap Tjwan Bing
            Yap adalah tokoh nonpribumi, secar pribadi ia dikenal sebagai tokoh yang sangat nasionalis. Lahir di Surakarta pada 31 Oktober 1910 dari keluarga pedagang, ia memperoleh pendidikan pertama di sekolah dasar Hollands Chinesche School di Solo. Kemudian melanjutkan sekolah tingkat yang lebih tinggi ke Yogyakarta. Di sini Yap banyak bergaul dengan tokoh-tokoh dari Pekumpulan Indonesia Muda yang merupakan penyatuan dari beberapa pemuda, seperti Jong Java, Pemuda Indonesia, Pemuda Sumatera, Jong Celebes, dan Sekar Rukun. Perkumpulan ini memiliki persamaan asas kebangsaan dan tujuan yang ingin dicapai, yaitu Indonesia Raya. Yap kemudian melanjutkan kuliah ke Belanda disana Ia berteman dan berdiskusi dengan anggota-anggota dari perhimpunan Indonesia.
            Yap banyak memberikan sumbangan pemikiran tentang sistem persamaan (nivelenging) disektor perdagangan antara golongan pribumi dan nonpribumi agar tidak ada diskriminasi demi kepentingan bangsa dan negara. Tujuannya adalah mendorong para pedagang pribumi agar lebih maju dalam perdagangan dan memperlambat laju pertumbuhan perdagangan dari orang-orang nonpribumi, sehingga nantinya diperoleh titik temu yang seimbang yang tentunya dapat menguntungkan semua pihak. Atas inisiatifnya, pemerintah kemudian mengadakan pertemuan dalam bentuk konferensi dengan para pedagang Tionghoa.
    


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan dari makalah ini bahwa sebagai kaum muda generasi penerus bangsa hendaknya memiliki pemikiran-pemikiran yang dapat kembali mempersatukan pemuda-pemuda Nusantara agar tidak terpecah-belah dan tidak terjerumus dalam hal-hal yang negatif seperti narkoba. Karena bersama pemuda Indonesia bisa maju seperti kata pepatah “maju mundurnya suatu bangsa ada di tangan kaum pemuda bangsa”.
Bangkitlah pemuda !
B.     Saran
Kita sebagai kaum muda harus memiliki sikap kreatif, inovatif, dan imajinatif seperti tokoh-tokoh penggerak kaum muda terdahulu.






DAFTAR PUSTAKA

Hapsari Ratna, M. Adil, 2012, Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XII Kelompok Wajib, Jakarta: Penerbit Erlangga.


No comments:

Powered by Blogger.